![]() |
Donald Trump menyatakan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky siap menyerahkan Krimea ke Rusia dalam kesepakatan gencatan senjata. Jerman dan Eropa berikan tanggapan kritis. (AP/Alisson Robbert) |
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengungkapkan keyakinannya bahwa Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, bersedia menyerahkan wilayah Krimea kepada Rusia sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata. Hal ini terjadi di tengah upaya Washington di bawah kepemimpinannya untuk mendorong penghentian konflik antara kedua negara.
Berbicara di Bedminster, New Jersey, Trump menyatakan keyakinannya tersebut kepada para wartawan, meski Ukraina berulang kali menolak menyerahkan semenanjung Laut Hitam itu. Krimea sendiri telah menjadi sumber ketegangan antara Rusia dan Ukraina sejak sebelum pecahnya perang besar pada tahun 2022.
"Saya kira begitu," ujar Trump ketika ditanya apakah Zelensky siap menyerahkan Krimea, dikutip dari AFP pada Senin (28/4/2025).
Pernyataan Trump muncul sehari setelah ia bertemu Zelensky di Vatikan, saat menghadiri pemakaman Paus Fransiskus. Pertemuan tersebut mencairkan ketegangan yang sempat terjadi antara keduanya setelah perselisihan besar di Gedung Putih pada Februari lalu. Menurut Trump, dalam pertemuan itu mereka membahas status Krimea, yang dianeksasi Rusia pada 2014.
Selain itu, Trump juga menyampaikan pesan keras kepada Presiden Rusia, Vladimir Putin, dengan menyerukannya untuk menghentikan serangan dan segera menyepakati perjanjian damai. "Saya ingin dia berhenti menembak, duduk, dan menandatangani kesepakatan," ujar Trump.
Gedung Putih menegaskan bahwa jika tidak ada kemajuan signifikan dalam waktu dekat, Amerika Serikat dapat menarik diri dari peran sebagai mediator. Trump menyebutkan bahwa ia memberikan waktu "dua minggu" untuk proses ini. Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, juga menekankan pentingnya periode tersebut.
"Kami sudah hampir sampai, namun belum cukup dekat untuk menghentikan pertempuran," kata Rubio kepada NBC, sembari menambahkan bahwa minggu ini akan menjadi masa yang sangat krusial.
Meski begitu, ketidakpuasan terhadap kedua belah pihak masih kuat di Washington, seiring berlanjutnya perang yang telah menghancurkan sebagian besar Ukraina Timur dan menewaskan puluhan ribu orang. Pada hari Minggu, Ukraina melancarkan serangan drone besar-besaran terhadap wilayah Bryansk, Rusia.
Kritik dari Jerman
Di sisi lain, Menteri Pertahanan Jerman, Boris Pistorius, memperingatkan bahwa Ukraina tidak seharusnya menerima semua ketentuan yang diajukan dalam proposal gencatan senjata Trump.
"Kyiv memahami bahwa gencatan senjata mungkin memerlukan konsesi wilayah," kata Pistorius kepada penyiar ARD. "Namun, proposal terbaru dari Presiden AS tampaknya menuntut terlalu banyak."
Eropa kini berupaya memperkuat perannya dalam pembicaraan damai. Presiden Prancis, Emmanuel Macron, dan Perdana Menteri Inggris, Keir Starmer, bahkan sempat bergabung dengan Trump dan Zelensky dalam sebuah pertemuan singkat di Basilika Santo Petrus, Vatikan.
Sementara itu, Marco Rubio juga melakukan pembicaraan telepon dengan Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, pada hari Minggu. Kedua pihak menyatakan adanya "prasyarat" yang memungkinkan dimulainya negosiasi menuju perdamaian jangka panjang.
Rusia tetap bersikeras mempertahankan wilayah yang telah direbutnya serta menuntut demiliterisasi Ukraina dan penghentian dukungan Barat terhadap Kyiv. Di sisi lain, Ukraina menegaskan kehadirannya di wilayah perbatasan Kursk, Rusia, sebagai upaya menekan Moskow untuk melunakkan syarat-syarat perdamaian yang diajukannya.